Jumat, 30 April 2021

Rahasia Menembus Penerbit Mayor


    "Orang boleh pandai setinggi langit, tapiselama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Rumah Kaca, h. 352)"                                                - Pramoedya Ananta Toer -

    Kalimat bijak di atas yang menjadi penutup materi hari ini oleh bapak Joko Irawan Mumpuni, menjadi kalimat pemicu semangatku untuk menulis. Walaupun sebenarnya sedikit kecil hati, setelah mendengar materi dari pak Joko ini.

    Bagaimana aku tak merasa kecil hati, yang ada di pikiranku saat ini, menulis buku dan menerbitkannya ke penerbit mayor, dengan syarat-syarat yang telah dijabarkan, kok rasanya susah untuk mencapainya. Padahal kalau bisa menembus penerbit mayor, sepertinya peluang untuk menjadi terkenal lebih besar, lebih berkelanjutan, dan yang pasti lebih menghasilkan. 

    Aaahh ... aku harus berpikir positif, dengan terus belajar dan berusaha, semoga mimpi itu bisa terwujud. Seperti menjawab pertanyaan dari salah satu peserta, pada sesi tanya jawab. Pak Joko menyarankan untuk memulai dari penerbit indi terlebih dulu untuk seorang pemula.

    Siapa sih bapak Joko Irawan Mumpuni? Apa saja yang sudah beliau bagikan hari ini? Aku berusaha mengulang kembali materi tersebut, sambil membuatkan resumenya. Maklumlah, emak-emak satu ini, kalau belum berulang-ulang, dan belum ditulis, belum bisa nempel di kepala, hehehe..... 

    Bapak Joko Irawan Mumpuni,  merupakan direktur penerbit Andi, ketua I IKAPI DIY, penulis buku bersetifikat BNSP, dan merupakan assesor BNSP. Wow, bukan orang biasa tentunya. Luar biasa memang, pelatihan menulis ini, para narasumbernya orang-orang hebat!

    Pak Joko mengawali dengan pentingnya menulis buku yang diterima penerbit mayor. Ketika seseorang mulai menulis dan menghasilkan sebuah tulisan, jika tidak diterima penerbit mayor, itu akan setengah sia-sia. Karena penulis itu hanya bisa menerbitkan sendiri di penerbit yang bukan mayor.  Sementara jika penulis berhasil menembus penerbit mayor, itu merupakan suatu keberhasilan yang diraih dalam pelatihan menulis ini

    Sebelum lebih jauh bagaimana syarat-syarat agar sebuah tulisan bisa diterima penerbit mayor, terlebih dulu pak Joko memperkenalkan produk buku di pasar. Kategori buku di pasar itu sangat luas. Yang lazim di dunia, kategori buku dibuat dalam bentuk diagram yang meyerupai sirip ikan seperti pada gambar di bawah.


Berdasarkan diagram pada gambar di atas, buku dibagi dua, yaitu : buku teks yang terdiri dari buku pelajaran dan buku perguruan tinggi; buku non teks yang terdiri dari buku fiksi dan non fiksi. Masing-masing pembagian tersebut juga terbagi-bagi lagi menjadi berbagai macam.

    Setelah mengetahui kategori buku tersebut, penulis bebas memilih mau menulis buku kategori yang mana. Selain itu ada juga buku yang dibuat berdasarkan jumlah penulisnya. Ada sebuah buku yang ditulis oleh satu penulis, lebih dari satu penulis, kerjasama dengan banyak lembaga, kerjasama dengan kampus, dan konsursium penulis.





    
    Terkait tulis menulis, lihatlah diri kita dengan jujur, ada di posisi manakah saat ini. Pak Joko membuatnya dalam bentuk gambar, dimana terdapat seseorang dengan posisi berada di atas tangga mulai dari level dasar hingga ke paling atas.

    Level dasar adalah i won't do it : saya tidak mau menulis. Lalu apa gunanya ikutan pelatihan menulis? .Level kedua, i can't do it : saya tidak bisa menulis. Semua orang bisa menulis. Tidak ada orang yang tidak bisa menulis, yang ada orang yang malas menulis. Level ketiga dan seterusnya, kita tanyakanlah pada diri kita sendiri dengan jujur.
     Selanjutnya pak Joko menyampaikan pentingnya penulis mempelajari tentang industri buku, seperti pada gambar yang beliau tampilkan. Sehingga tidak sekedar kecewa jika naskahnya tidak diterima penerbit mayor. Penerbit itu adalah lembaga yang mencari keuntungan, yang digunakan untuk bertahan hidup dan menggaji pegawai. 
    
    Oleh karena itu, tidak mungkin suatu penerbit menerbitkan buku yang diyakini tidak mendatangkan keuntungan. Jika ingin naskahnya diterima penerbit, maka kirimlah naskah-naskah yang laku di pasaran.
    
    Bicara mengenai literasi, dikaitkan dengan visa dan lain-lain, negara Asia kalah dengan negara lain. Hal ini disebabkan adanya hambatan sebagai berikut :
1. Minat baca yang rendah. Orang Indonesia lebih banyak menonton daripada membaca.
2. Minat menulis. Lebih senang mengobrol daripada menulis.
3. Apresiasi hak cipta. Banyaknya pembajakan terhadap hasil karya orang lain.

    Dengan pelatihan menulis ini diharapkan minat baca lebih tinggi, karena tidak mungkin seseorang bisa menjadi penulis yang baik, dengsn minat baca yang rendah. Selain itu juga, dengan latihan menulis diharapkan dari si penulis sendiri yang sudah merasakan beratnya menjadi seorang penulis, tidak lagi mau membaca tulisan hasil bajakan. Dengan demikian, pembajakan terhadap hasil karya orang lain dapat dikurangi.



    Proses naskah menjadi sebuah buku. Dimulai dari penulis mempunyai naskah, dikirimkan kepada penerbit untuk dinilai bukan sekedar isinya, tetapi lebih condong menilai apakah naskah tersebut menguntungkan atau tidak. Jika naskah tersebut diterima, penerbit akan menyurati penulis untuk mengirimkan softcopy naskah.

    Softcopy yang telah dikirim penulis kepada penerbit, lalu diedit dan disetting. Jadi masalah edit dan setting adalah ranah penerbit, sehingga tidak bisa dikatakan sebuah naskah ditolak karena alasan editorial. 

    Setelah itu dibuat cover, lalu dibuat buku cetakan hanya satu saja yang menyerupai buku asli yang akan dicetak, dikirimkan ke penulis untuk diproof. Proof adalah koreksi akhir dari penulis supaya ketika dicetak tidak ada kesalahan yang fatal.

    Setelah dikirimkan kembali oleh penulis, lalu dicetak masif oleh penerbit, dan diedarkan ke seluruh toko buku dan dirrect selling seluruh Indonesia.

    Hmmm .... sebuah proses yang panjang. Tentunya memakan waktu yang tidak sebentar, tapi nikmati saja prosesnya. Seperti kata salah seorang narasumber pada pertemuan yang lalu, bahwa proses tidak akan menghianati hasil.

    Pak Joko melanjutkan dengan bagaimana memilih penerbit yang baik. Banyak penerbit yang harus diwaspadai supaya tidak tertipu. Mengaku penerbit tetapi sebenarnya hanya bertindak sebagai broker naskah, jual beli naskah. Mereka mencari keuntungan sendiri, selain itu nama penulis pun tidak mereka cantumkan. Dengan begitu mereka bisa menjual ke orang yang mau membayar misalnya saja dengan alasan kenaikan pangkat tapi tidak mau membuat karya tulis sendiri.

    Wah, mendengar penjelasan tersebut, serem juga ya! Ternyata kejahatan itu ada dimana-mana. Tidak terkecuali di dunia penulisan. Ada saja orang yang mengambil kesempatan untuk keuntungan diri sendiri. Ya, apalagi keadaan ekonomi yang sedang dalam masa pandemi ini. Berbagai cara dilakukan demi memenuhi panggilan perut. 

    Lebih lanjut, bicara mengenai apa yang akan diperoleh seorang penulis yang naskahnya diterima penerbit mayor dan menjadi sebuah buku. Setidaknya ada empat hal, yaitu kepuasan, reputasi, karir, dan uang. 

    Penulis akan mendapat peningkatan finansial. Bisa dari royalti, diskon pembelian langsung, seminar/ mengajar. Adanya peningkatan karir, dan kebutuhan batin yang terpenuhi. Buku yang diterbitkan penerbit mayor ber-ISBN yang berprofek 2 digit, merupakan kebanggaan, karena hanya beberapa penerbit yang memiliki kode penerbit 2 digit yang berarti penerbit itu adalah benar-benar penerbit mayor. Reputasi penulis semakin tinggi, semakin terkenal.

    Sistem penilaian di penerbitan. Mengapa ada naskah yang ditolak, mengapa ada yang diterima. Penilaiannya berupa editorial, peluang potensi pasar, kelimuan, dan reputasi penulis. Yang paling mempengaruhi adalah peluang potensi pasar. 

    Empat kategori naskah yang akan diterbitkan :
1. Tema tak populer, penulis populer
2. Tema populer, penulis populer
3. Tema populer, penulis tidak populer
4. Tema tak populer, penulis tak populer
Dari keempat kategori tersebut, sudah pasti untuk yang poin keempat, tidak akan diterima oleh penerbit. Untuk penulis pemula, sebaiknya menulis dengan tema yang populer. 

    Tema populer itu seperti apa, pak Joko menjelaskan, yaitu tema yang sedang ngetrend saat ini, dan tidak hanya pada saat ini, tetapi selamanya. Cara melihatnya dengan menggunakan google trend. Kita tinggal mengetikkan saja tema yang kita cari. Nanti akan ada hasilnya ditampilkan dalam bentuk grafik. Di google trend juga bisa untuk membandingkan dua judul. 

    Kategori selanjutnya, untuk diterimanya suatu naskah adalah dasar penentuan oplah atau jumlah cetak. 
1. Market sempit dan lifecycle panjang
2. Market lebar dan lifecycle panjang
3. Market lebar, lifecycle pendek
4. Market sempit, lifecycle pendek
Sudah pasti yang diterima penerbit adalah yang kategori kedua.

    Kategori penulis, pengaruh produktivitas dan kualitas.
1. Tidak idealis, industrialis
2. Idealis, industrialis
3. Idealis, tidak industrialis
4. Tidak idealis, tidak industrialis
Yang paling disukai penerbit adalah penulis yang idealis sekaligus industrialis.

    Penulis berfikir idealis adalah penulis yang menulis tidak begitu memperhatikan kebutuhan pasar, tidak begitu suka dengan campur tangan pihak lain, imbalan finansial tidak begitu dipentingkan, dan kesempurnaan sebuah karya lebih penting daripada produktifitas.

    Penulis berfikir industrialis adalah penulis yang menulis dengan sangat memperhatikan kebutuhan pasar, terbuka dan lapang dada terhadap segala intervensi pihak lain, imbalan finansial merupakan tujuan utama, terkadang kesempurnaan karya tidak lebih penting dari pada produktifitas.

    Penulis berfikir idealis-industrialis adalah penulis yang tetap memperhatikan kebutuhan pasar, namun tetap berani ambil sikap yang berbeda dengan kebanyakan penulis lain, meskipun terbuka terhadap masukan orang lain, tetap mempunyai pendirian yang kokoh, imbalan finansial memang penting, namun tetap memperhatikan kualitas, keseimbangan antara kesempurnaan karya dan produktifitas. 

    Materi yang sungguh luar biasa hari ini. Aku jadi tahu syarat-syarat tulisan yang diterima penerbit mayor, tidak hanya naskahnya tetapi beberapa kategori lain yang memang bagiku sangat berat. Tapi tak ada yang tak mungkin jika kita mau belajar san terus belajar. Yuk, mulai dari menerbitkan buku di penerbit indie, semoga dengan semakin banyak menerbitkan buku di penerbit indie, suatu saat akan bisa menembus penerbit mayor. 

    



Tanggal pelatihan : 30 April 2021
Resume ke : 12
Tema : Penerbit Mayor
Narasumber : Joko Irawan Mumpuni
Gelombang : 18
Gelombang : 18

    
    



        

    

    

    


12 komentar:

  1. selalu suka dengan gaya bercerita nya bu nita.. mantap bu ..πŸ˜ŠπŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih bu ...πŸ™ semangat tuk kita semua πŸ”₯πŸ”₯

      Hapus
  2. Waah mantap tulisannya bu, terasa hidup sekali😍

    BalasHapus
  3. Hebat, lengkap resumenya πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih, diambil yang penting-penting 😊.. terima kasih ibu sudah mampir

      Hapus
  4. Balasan
    1. 😊😊 terima kasih, sudah mampir

      Hapus
  5. Mantap bun... semoga kita semangat selaluπŸ’ͺ🌹

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ... terima kasih ibu sudah mampir 😊

      Hapus
  6. Kalau sudah jadi penulis yang mapan, lebih bagus memang ke penerbit mayor. Soalnya, memberikan naskahnya gratis, penerbit yang akan mencetak dan mendistribusikannya. Tapi kalau baru memulai, mungkin penerbit indie lebih bagus kali ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, seperti yang dikatakan pak Joko, untuk pemula sebaiknya ke penerbit indie

      Hapus